Mari songsong hari depan yang lebih cerah dengan rencana, strategy dan kerja yang matang dan akurat......
TABEA
KEMISTERIUSAN burung Bidadari Halmahera menggugah hati Hasan Luhulima, Rival Fahmi DJ, Purwanto Ngatmo serta Ghazali Hasan yang mencoba melakukan investigasi dengan meliput secara esklusif keberadaan burung bidadari di Tanah Pasir Putih desa Domato, kecamatan Jailolo Selatan, kabupaten Halmahera Barat.
Dengan menggunakan speed boat, pekerja pers yang tergabung dalam tim Ekspedisi Donga-donga ini, meninggalkan Ternate menuju Sidangoli, pada Sabtu (23/11/2008) tepat pukul 17.00 WIT. Kondisi laut yang tidak bersahabat, membuat perjalanan yang seharusnya di tempuh dengan waktu tiga puluh menit, molor menjadi
Setiba di pelabuhan Sidangoli, tim memilih istirahat di penginapan Sidangoli Indah yang lokasinya tak jauh dari pelabuhan Sidangoli, sambil menunggu waktu untuk melanjutkan perjalanan ke lokasi burung Bidadari (semioptera wallacei).
Minggu 24 November 2008, pukul 02.30 dinihari WIT, tim Ekspedisi Donga-donga yang didampingi camat Jailolo Selatan, Muhammad Loto, beserta seorang stafnya, menuju Tanah Pasir Putih Domato, dengan berjalan kaki menuju gubuk milik penjaga burung bidadari, Demianus Bagali.
Tiba di gubuk sang penjaga yang akrab disapa Ko Anu, tim ekspedisi donga-donga langsung melakukan dialog tentang keberadaan burung bidadari yang selama ini dianggap misterius dan hanya dijadikan cerita dongeng.
Setelah mendengar penuturan Demianus, tim pun bergerak menelusuri setapak hutan Tanah Pasir Putih, menuju lokasi burung bidadari sejauh 6,5 Km, melewati belukar dan sungai yang airnya cukup deras di tengah gelap dan dinginnya malam.
Setelah tim yang dipandu Demianus dengan anaknya, menelusuri jalanan yang licin berbecek, penuh pohon tumbang, tanjakan serta turunan yang curam, akhirnya tiba di sungai terakhir di kaki bukit tempat habitat burung surgawi sambil melepas lelah sejenak.
Rombongan lalu meneruskan perjalanan tersisa setelah beristirahan selama 30 menit menuju lokasi pemantauan yang medannya lebih sulit dari sebelumnya.
Tiba di lokasi tepat pukul 06.00 WIT, tim disambut suara burung-burung. Namun, masih mengundang keraguan, "Apakah suara nyaring di balik pepohonan adalah kicauan burung bidadari?"
Kurang lebih satu jam, tim pun akhirnya dapat mengabadikan gambar sang bidadari. Lelah yang di rasakan sekejap sirna oleh keindahan tarian standardwing bird of paradise.
Suaranya yang khas membuat suasana di sekitar menjadi dramatis, meski jumlahnya saat itu hanya delapan ekor dari total 15 ekor yang ditemukan oleh Demianus akhir 2004 silam.
Burung temuan Alfred Russel Wallace pada tahun 1858 ini terkenal dengan ciri khas keindahan yang terletak pada bulunya. Siulan panjang muncul dari rimbunan pohon di seberang lembah. itu panggilan bidadari jantan. beberapa menit kemudian
Setelah matahari mulai meninggi, sang bidadari pun menghilang entah kemana. Tim seakan tertegun dengan kemisteriusan sang bidadari.
Di hutan ini, selain bidadari atau Weka-weka dalam bahasa lokal, terdapat sekitar seratus lebih jenis burung, enam di antaranya di temukan oleh Alfred Russel Wallace. Namun, bidadari-lah yang terancam keberadaannya.
Seiring perginya sang bidadari, tim pun meninggalkan hutan Tanah Pasir Putih dengan menumbuhkan kebahagiaan sekaligus keresahan batin. Bahagia bisa menyaksikan burung-burung wallacea yang indah, tetapi resah karena burung-burung itu sedang menghitung mundur menuju kepunahan.
Bukan tidak mungkin, suatu saat burung surgawi hanya akan ditemui dalam buku-buku ilmiah, dan dongeng jelang tidur jika hutan tidak diselamatkan. Saat ini, keindahan karunia Tuhan itu sedang menuju titik beku kepunahan di bentangan garis waktu.